Sektor ICT telah mengubah cara kita hidup, bekerja, belajar dan bermain. Dari ponsel dan mikro-chip komputer ke internet, ICT secara konsisten mengembangkan dan menyediakan produk-produk dan layanan inovatif yang sekarang merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun apa dampak yang telah dihasilkan dari penyebaran informasi dan teknologi komunikasi pada global pemanasan? Apakah ini sektor yang akan membantu atau justru menghambat kita melawan perubahan iklim yang berbahaya?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, tentu kita perlu memahami faktor-faktor apa saja yang berkontribusi signifikan pada pemanasan global. Salah satu penyebab utama pemanasan global adalah tinggi tingkat emisi karbon (CO2) dari masa ke masa sebagai akibat dari pembakaran bahan bakar alami (fossil fuel energy) yaitu solar, batu bara dan sebagainya.
Hampir seluruh negara di dunia ini telah sepakat melalui berbagai macam program-program kerjasama multilateral yang tujuan adalah untuk menurunkan emisi karbon ke tingkat rata-rata 20% sampai tahun 2020. Seperti kita tahu, pemerintah Republik Indonesia dibawah administrasi presiden SBY optimis untuk dapat mereduksi emisi karbon sampai tingkat 26% di tahun 2020, atau bahkan bisa mencapai 41% ditahun 2020 dengan catatan bila didukung berbagai komunitas internasional.
Dari angka target diatas, kemudian dihitung tingkat emisi langsung dari produk dan layanan ICT dengan mengacu pada proyeksi tingkat pertumbuhan di sektor ini. Selain itu juga ditelaah apa yang dapat dibantu oleh ICT dalam memfasilitasi reduksi emisi baik untuk sektornya sendiri maupun sektor-sektor ekonomi lain. Skala pengurangan emisi yang dapat didukung oleh integrasi ICT (yang mampu menjadikan gaya hidup, bekerja, belajar serta bepergian dengan cara yang baru), membuat sektor ini menjadi faktor kunci dalam melawan perubahan iklim. Sepertinya tidak ada sektor lain selain ICT yang dapat menyediakan kemampuan teknologi secara integral dalam melakukan upaya efisiensi energi di berbagai sektor-sektor atau industri lainnya.
Penggunaan ICT itu sendiri bisa berkontribusi ikut menumbuhkan jejak emisi karbon serta dampak negatif lingkungan lainnya seperti tumbuh pesatnya limbah ICT (atau dikenal dengan istilah e-waste) yang mengandung racun dan tidak bisa terurai oleh alam. Oleh karena itu perlu upaya penanganan secara terintegrasi dan melibat semua pihak untuk dapat mengelola hal ini semua.
Sebenarnya beberapa organisasi di Indonesia telah melakukan kegiatan untuk melakukan sosialisasi dan aktivitas untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim ini, namun upaya yang telah dilakukan berbagai pihak di Indonesia masih dilakukan secara parsial dan belum terlalu efektif. Hal ini yang telah disampaikan oleh Prof Dr Kalamullah Ramli, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informasi RI dalam acara yang bertajuk “Business Luncheon Meeting Green ICT” bertempat di Merak Room, Jakarta Convention Center pada hari Selasa 12 Juli 2011 yang lalu. Acara yang diadakan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) dan diselenggarakan oleh Inixindo dan majalah Info Komputer ini merupakan rangkaian acara menuju 2nd Green ICT Conference & Exhibition yang akan diadakan pada tanggal 27 Oktober 2011 mendatang. Ko.nferensi ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran pada para pengguna Teknologi Informasi (ICT) baik individu maupun perusahaan untuk meningkatkan efisiensi melalui penghematan energi, mengurangi residu negatif operasional ICT, serta ikut membantu mengurangi dampak global warming. Pemerintah saat ini tengah mendorong teknologi komunikasi informasi (ICT) yang ramah lingkungan namun kesadaran masyarakat terutama masyarakat teknologi informasi masih rendah tentang polusi ICT dan penghematan energi
Dalam acara tersebut juga diadakan diskusi panel oleh perwakilan asosiasi-asosiasi yang juga bekerjasama dalam pelaksanaan 2nd Green ICT mendatang, yaitu Teddy Sukardi dari Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Djarot Subiantoro dari Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), Roesmanto Maryanto dari Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI), Taufik Hasan dari Masyarakat Telematika (MASTEL), Naning Adiwoso dari Green Building Council Indonesia (GBCI), Minsani Mariani dari Bina Nusantara University (BINUS), Eko Budiarjo dari Ikatan Profesi Komputer Indonesia (IPKIN) dan Natali Ardianto dari Startup Lokal. Masing-masing perwakilan ini menjelaskan sejauh mana kontribusi penerapan Green ICT dalam asosiasi tempat mereka bernaung.
Sebagai informasi, Konferensi internasional yang akan dilaksanakan bulan Oktober mendatang merupakan lanjutan dari konferensi internasional Green ICT pertama di Indonesia yang diadakan pada bulan April 2010. Konferensi tersebut dihadiri oleh lebih dari 1.000 peserta dan didukung perusahaan teknologi informasi internasional serta instansi dan badan pemerintah seperti Kementrian Komunikasi dan Informatika serta BP Migas, dimana salah satu hasil dari konferensi tersebut adalah rencana pemerintah, dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk nantinya menyusun panduan dan regulasi tentang Green ICT.